Posted in Family, Homeschooling

Konflik Batin di Balik Kelas Coaching Homeschooling

Pernah tidak berada di satu kelas yang sebagian besar muridnya pintar-pintar, populer, dan aktif, sehingga kita merasa minder? Itu yang aku rasakan saat baru saja bergabung di kelas coaching tentang homeschooling. Aku yang saat itu sangat awam dengan homeschooling, tiba-tiba berasa di grup Whatsapp dengan puluhan orang tua yang kulihat sangat keren.

Saat mendapat tugas, mereka mengumpulkan di grup. Kubaca sebagian dan merenung, kok pada keren-keren amat, ya. Aku langsung mengkeret. Tidak berani mengumpulkan tugas karena kurasa tidak ada yang menarik pada kegiatan homeschooling keluargaku. Bisa dibilang masih semrawut. Jadwal tidak berjalan dengan baik, aku tidak bisa mengendalikan emosi, manajemen waktu yang payah, dan lain sebagainya. Sempat teratur dan tenang, kuabadikan sebagai konten video di Instagram. Namun lebih sering gonjang-ganjingnya daripada teraturnya. Aku bahkan sempat berminggu-minggu tidak membuka grup sama sekali sampai ratusan chat menumpuk menunggu untuk dibaca.

Suatu saat aku bergulat dengan batinku sendiri.

“Ya mereka kan beda sama kamu, Vi, ada pasangan untuk saling share dan berdiskusi tentang homeschooling anak-anaknya. Lha kamu, ibu tunggal, homeschooling juga keputusanmu sendiri, ya kamu sendiri yang atur, gak ada temen diskusi ya memang itu konsekuensi dari awal sejak kamu memutuskan untuk homeschooling”

“Mereka bisa berbagi tanggung jawab dengan pasangan mereka, Vi, sedangkan kamu? Semua tanggung jawab ada di pundakmu. Kamu kepala keluarga, pencari nafkah. Sepertinya wajar kamu mengalami chaos di homeschooling kamu. Wajarlah kepala kamu mungkin kadang bisa meledak mikirin pesenan kue dari bisnis kecil kamu, bingung besok masak apa, sedih si Adek mogok makan, sesekali masih mewek kangen almarhum suami, belum lagi nyatetin arisan barang yang kamu kelola, pusing bayar tagihan ini itu, bla bla bla, bla bla bla, apalagi ditambah nyiapin segala materi homeschooling anak-anak. Itu gak gampang…”

Begitulah kira-kira. Aku selalu merasa punya pembelaan tersendiri karena aku ibu tunggal, tapi hal ini tidak bisa terus menerus kujadikan sebagai alasan untuk tidak memperbaiki diri. Ikut kelas audit diri dan mindful parenting, membaca buku-buku motivasi sangat membantuku untuk menjadi lebih baik lagi.

Menjelang akhir tahun 2021, ada tugas besar untuk membuat dokumentasi homeschooling. Lagi-lagi aku tidak mengerjakannya. Emmm…maksudku, aku membuatnya tapi tidak tuntas sehingga tidak kukumpulkan. Tapi sekarang rasa minderku perlahan hilang. Sekarang aku melihat teman-teman coachingku sebagai sumber inspirasi. Aku mungkin belum sekeren mereka, tapi aku sudah mulai menemukan gaya tersendiri dari homeschooling keluargaku. Tahun 2022 ini aku harus jauh lebih baik, lebih banyak belajar, lebih sabar, lebih konsisten, lebih kreatif. Semangat!

Posted in Family

Tentang Ayah

Mungkin ini adalah alasan yang konyol, tapi ada satu hal yang kupertimbangkan saat aku memutuskan untuk menjadi praktisi homeschooling. Hal itu adalah: menghindari topik tentang Ayah.

Ya, topik tentang Ayah yang nantinya anak-anakku akan selalu terlibat. Di kelas 1 SD saja sudah ada tema tentang keluarga, pasti akan ada di mana siswa mengisi tabel tentang kegiatan dan kegemaran Ayah dan Ibu. Akan ada Hari Ayah di mana anak-anak akan diminta foto berkegiatan bersama Ayah. Belum lagi situasi di luar gerbang sekolah saat siswa dijemput oleh ayah-ayah mereka. Anak-anakku tidak akan bisa mengalami semua hal itu, semua hal yang berkaitan dengan Ayah.

sumber: freepik.com

Situasi seperti itu memang tidak akan bisa dihindari. Tetap akan ada suatu kondisi di mana anak-anak akan ditanya tentang Ayah mereka. Ada kejadian yang selalu aku ingat, tentang bagaimana Fathan menanggapi situasi yang berhubungan dengan Ayah.

Pertama, saat hari sepupunya sedang ngambek pada Ayahnya, dia tidak mau disuapi oleh Ayahnya, hanya mau disuapi oleh Ibunya. Kudengar percakapan mereka, kurang lebih seperti ini:

“Kamu kenapa kok gak mau disuapi Ayah?” Sepupunya hanya diam. “Kamu gak boleh marah-marah gitu sama Ayah, kamu enak lho punya Ayah. Aku sudah gak punya Ayah.”

Kami yang dewasa, di luar kamar, saling pandang dan tersenyum. Saat itu Fathan masih baru 6 tahun. Kami tidak menyangka dia memberi nasihat seperti itu pada sepupunya. Fathan memang tidak pernah ngambek atau marah sekalipun pada Ayahnya. Mereka sangat dekat.

Situasi kedua adalah saat di warung. Aku, Fathan, dan Dilan membeli camilan di sana. Saat itu si Bapak Warung melihat Fathan banyak memilih camilan lalu nyeletuk, “Beli yang banyak wis, ndak apa-apa nanti uangnya minta lagi sama Ayah.” Tak diduga Fathan langsung menjawab. “Tapi aku kan gak punya Ayah.”

Kami yang di warung terdiam selama beberapa detik, hanya terdengar Ibu Warung yang berkata “Oh…” dengan lirih. Jelas dia terdengar bingung. Mau tak mau aku menjelaskan bahwa Ayahnya sudah berpulang terlebih dahulu. Lalu yaa..seperti biasa, ada ucapan maaf, belasungkawa, penguatan, dan kawan-kawannya.

Beberapa hari lalu Fathan ikut sebuah kelas English conversation for kids melalui Zoom Meeting. Hari itu hanya opinion sharing tentang satu kata yang diberikan oleh gurunya. Fathan mengangkat tangan untuk mendapat giliran pertama kali. Dia mendapat kata “father“. Ya Allah, aku tidak menyangka topiknya tentang ini. Sepertinya karena masih dalam suasana Father’s Day. Aku dan Fathan sempat speechless. Fathan terus menerus menoleh padaku, aku membantunya untuk bilang, “My father is nice.” Lalu dia kembali terdiam. Aku pun bilang ke gurunya tentang Ayahnya. Dan seperti yang bisa diduga, Sang Guru tak enak hati. Namun, beliau bercerita bahwa Ayahnya pun telah tiada dan mengajak Fathan untuk selalu berdoa untuk Ayah. Topik yang saat itu sebenarnya tentang Father’s Day akhirnya dibelokkan oleh Bu Guru menjadi tentang Ibu.

Kejadian ini mengingatkanku pada adegan di film India Kuch Kuch Hota Hai dimana Anjali kecil mengikuti kompetisi bercerita di sekolahnya. Dia mendapat kata “Ibu” dan hanya bisa terdiam karena Sang Ibu telah tiada sejak Anjali masih baru lahir.

Saat Zoom Meeting tersebut, mungkin Fathan bisa saja menjawab dalam Bahasa Indonesia, tapi karena ini adalah kelas Bahasa Inggris dan dia belum lancar, maka dia memilih untuk diam. Dia hanya bingung harus berbicara apa dalam Bahasa Inggris. Aku pun belum pernah memberi saran padanya tentang jawaban dalam Bahasa Inggris yang bisa dia sampaikan jika berkenaan tentang Ayahnya.

Bagaimanapun juga, aku masih selalu dibuat takjub oleh jawaban-jawaban Fathan saat menghadapi situasi yang berhubungan dengan Ayah. Kadang dia terdengar bijaksana, kadang pula dia cuek. Kadang tak sekalipun dia bercerita tentang Ayah, namun suatu kali dia mengeluh sangat rindu. Anak-anakku yang tampak selalu kuat, tapi dalam hati mereka pasti diselimuti rasa rindu yang tidak bertepi. Doa kami selalu untukmu, Ayah…

Selamat Hari Ayah…

Posted in Family, Homeschooling

Sudah Mantap, Ini Alasanku Memilih Homeschooling

“Fathan lanjut ke SD mana, Bun?” Pertanyaan yang akhir-akhir ini selalu dilontarkan para saudara dan teman. Aku menjawabnya dengan mantap: “Fathan homeschooling“. Reaksi mereka mendengar ini rata-rata sama, agak heran, kalau dilihat dari ekspresinya ya hehe…

Beberapa bulan lalu aku masih sibuk scrolling website beberapa sekolah swasta untuk mengetahui syarat pendaftaran dan biayanya. Hampir saja aku mendaftar di sekolah swasta dekat rumah akhir tahun lalu. Namun, entah mengapa tiba-tiba terasa terpanggil untuk menjalankan sekolah rumah alias homeschooling. Mengapa tiba-tiba memilih homeschooling? Ini beberapa alasanku memilih homeschooling.

  • Masa Pandemi

Aku merasa Pembelajaran Jarak Jauh yang dilakukan saat masa pandemi ini sungguh kurang efektif. Aku jadi sering stres karena dikejar tenggat waktu mengumpulkan aneka tugas. Belum lagi ruwetnya Dilan yang selalu mengganggu Kakak Fathan saat mengerjakan worksheet dan shooting video. Baru TK aja sudah begini, bagaimana kalau sudah SD?

  • Biaya Sekolah Semakin Mahal

Sebagai single mom yang baru satu tahun lebih ditinggal suami menghadapNya, aku masih belum menjalani ritme hidup yang pasti. Aku masih menjalankan usaha bisnis kuliner yang belum terlalu banyak pelanggannya, masih merangkak pelan-pelan. Membiayai Fathan sekolah setiap bulan menjadi ketakutan tersendiri. Bagaimana jika jualanku lagi sepi? Biaya gedung di awal yang tinggi juga belum bisa aku siapkan.

Apakah alasan ini berarti biaya homeschooling itu murah? Jawabannya bukan tentang mahal atau murah, namun lebih mengarah ke fleksibilitas biayanya. Aku pun ingin memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anakku, homeschooling lah yang menjadi pilihanku.

  • Ingin Menyesuaikan Pendidikan dengan Kebutuhan Anak

Masih ingat benar di ingatan saat Fathan pertama kali masuk sekolah playgroup, dia tidak bisa duduk diam. Berkeliling kelas, masuk ke kolong meja, melorot dari kursi, sampai rebahan di lantai. Kalau di rumah? Jangan ditanya, lebih parah haha… Beberapa bulan kemudian hasil tes sidik jarinya keluar dan hasilnya adalah gaya belajar dan kecerdasan Fathan dominan di kinestetik. OK, ini menjelaskan mengapa Fathan sulit untuk duduk diam.

Hal ini membuat saya khawatir akan belajarnya di sekolah formal. Bagaimana jika dia tidak bisa diam dan mengganggu teman-temannya? Bagaimana jika dia dicap murid yang nakal? Bagaimana jika dia memanjat apapun dan melompat sesuka hati sehingga melukai dirinya? Parno ya? Memang. Hehehe.. Jujur aku pun cenderung kinestetik, aku ingat betul Mamaku selalu memegangku erat kalau aku di area pecah belah di swalayan. Sifatku yang grusa-grusu sempat membuatku kecelakaan beberapa kali sehingga menyebabkan patah tulang. Jadi, kalau ada yang tanya Fathan mirip siapa ini tingkahnya? Yaaa, mereka bisa menyimpulkan sendiri hihihi…

  • Ingin Mempunyai Lebih Banyak Waktu dengan Anak-anak

Kalau memikirkan tentang quality time dengan anak-anak, kadang merasa melow, sudah cukupkah waktuku membersamai anak-anak? Nanti tau-tau mereka sudah besar dan sering hangout bareng temen-temennya hiks…

Kakak Ardhan, anak almarhum suamiku yang kini sudah tinggal kembali dengan Mama kandungnya, dulu sekolah di Sekolah Islam full day. Berangkat jam 6 pagi, sampai di rumah jam 15.30. Lalu mandi, main, dll, jam 8 atau 9 malam sudah tidur. Seperti terasa singkat waktunya dengan keluarga.

Memikirkan hal tersebut akan terulang di Fathan, aku jadi berpikir ulang untuk menyekolahkannya di sekolah formal. Aku, yang sekarang seorang single parent, tidak ingin kehilangan banyak waktu dengan anak-anak. Hanya mereka yang kumiliki sekarang dan dengan mereka aku menemukan kembali semangat hidupku.

Selain itu, aku ingin mengembangkan diri dengan menjadi pendamping dan fasilitator anak-anak dalam belajar. Dengan begitu, kreativitasku akan selalu meningkat dengan membuat aneka kegiatan belajar yang menyenangkan untuk anak-anak.

Nah, itu dia empat alasan utamaku memilih homeschooling. Sebagai seorang yang masih awam dalam dunia homeschooling, aku harus selalu banyak belajar, karena sukses tidaknya homeschooling bergantung padaku sebagai orang tua.

Posted in Family

Terima Kasih, 2020

Tahun 2020 sangatlah berat untuk sebagian besar orang. Bagiku, tahun 2020 berkali lipat lebih menyedihkan, bukan hanya karena ada pandemi, tetapi juga tahun tersebut adalah tahun pertama aku jalani tanpa suami tercinta yang telah berpulang ke Rahmatullah di akhir tahun 2019.

Entah berapa banyak kucuran air mata yang keluar, berapa kali kulontarkan pertanyaan, penolakan hingga protes terhadap takdir yang sedang kuhadapi. Untuk menulis di blog ini pun aku telah menunda setahun lebih. Hanya bisa curhat sedikit di sosial media sambil diiringi isak tangis. Sekali-sekali berulah di TikTok, platform yang menjadi pelarianku setahun terakhir ini.

Di awal tahun 2020, aku sempat bertekad untuk bepergian lebih sering untuk menjauhi kota Malang karena setiap hal menyimpan memori dengan almarhum suami. Rasanya sangat sesak di dada. Namun, pandemi merusak semua rencana itu. Aku hanya bisa berkutat di rumah and every single thing reminds me of him. Ditambah lagi dengan prahara Pembelajaran Jarak Jauh yang penuh drama, omzet jualan bisnis kulinerku yang menurun drastis, serta ketidakpercayaan diri untuk mengasuh dua anakku seorang diri. Aah…sempat depresi saat itu.

Pernah kudengar kata-kata bijak bahwa musibah itu datangnya sepaket dengan solusinya. Allah tidak akan memberikan cobaan yang kita tidak mampu melaluinya. Dengan keterpurukanku saat itu, dukungan dari saudara, sahabat, dan teman terus berdatangan. Membuatku kembali semangat. Kucoba menyibukkan diri dengan bekerja paruh waktu dari rumah tapi akhirnya berakhir karena jam tidurku dan anak-anak jadi kacau. Lalu aku ikut beberapa kelas online di bidang kepenulisan, digital marketing, fotografi, dll. Sedikit demi sedikit, passionku telah kembali. Aku mulai aktif lagi mengabadikan momen dengan anak-anak lalu menyuntingnya untuk dijadikan mini vlog. Hanya saja kebanyakan untuk Instagram dan TikTok, YouTubenya masih terbengkalai hehehe…

Untuk konsisten memang susah, harus benar-benar komitmen. Maka dari itu, resolusiku di tahun 2021 ini adalah KONSISTEN. Konsisten dalam segala kebiasaan baik. Menulis, membuat konten untuk TikTok, Instagram, YouTube, mengisi jurnal, dan lain sebagainya. Terima kasih, 2020, kau sudah menatarku untuk menjadi pribadi yang lebih kuat. 2021 harus lebih banyak tersenyum, sudah gak boleh ada drama lagi. Harus bahagia. Harus.

Posted in Arisan Mapan

Aku dan Arisan Mapan

“Ini dari Arisan Mapan ya, Bunda?” celetuk anakku yang berusia empat tahun saat dia melihat aku sedang meng-unboxing dua buah cetakan kue. Akupun mengangguk sambil senyum-senyum. Rupanya image Bunda dan Arisan Mapan sudah melekat di diriku haha…

Memang, bergabung di Arisan Mapan sejak Januari 2017 membuatku menemukan kenyamanan. Bisnis tanpa modal ini seperti sebuah impian tiap keluarga, terutama keluarga menengah. Bayangkan saja, barang yang kita butuhkan bisa dibayar dengan sistem arisan atau cicilan. Aku masih ingat saat iseng scrolling Instagram, aku lalu melihat katalognya. Wow, dari sepatu, tas, panci, kosmetik, sampai lemari pakaian bisa dibeli dengan cicilan (arisan). It’s too good to be true, ya kan?

Sebulan kemudian, aku sudah menjadi Ketua Arisan dan menerima barang pertama anggota. Saat itu Mamaku memenangkan kocokan pertama, mendapatkan satu set skincare Wardah Renew You. Sejak itu aku semakin excited dan makin gencar mencari anggota arisan.

Tak hanya jadi Ketua Arisan, aku pun berhasil menjadi Manager Arisan, Pengajar Mapan dan Mentor Mapan. Aku juga dikenal sebagai video creator di kalangan Ketua Arisan Mapan karena konten videoku cukup menarik dan beda dengan yang lain. Kelompok arisanku pun sudah mencapai 30 kelompok. Hadiah dan komisi yang kudapat? Banyak! Walaupun aku belum termasuk sebagai penerima reward besar dari Mapan (trip ke Bali dan Jogja, motor matic, umroh, emas, dll) tapi aku menjalaninya dengan senang, tidak ngoyo. Yang penting nyaman.

Me as a video creator

Sebenarnya cukup banyak tulisanku tentang Arisan Mapan, tapi semuanya ada di Facebook, medsos tempatku berpromosi. Aku akan posting rutin di blog ini juga, sebagai langkah awal rutin menulis di blog ini lagi, setelah sekian lama tidak diisi hehe..

Mentor Mapan

Posted in Family

Tokek is in da House

Teror itu akhirnya menampakkan diri. Selama ini hanya terdengar suara keras tak berwujud di dekat kamar mandi, kini dia muncul!

Anak-anak excited dong..sekaligus parno abis, gak berani ke kamar mandi sendirian. Pertama kalinya mereka melihat tokek besar nangkring di tembok pojokan atas. Mana itu tokek bercorak kotak-kotak pula… *merinding

Emak dan anak milenial kalo ada yang exciting kan gitu, ambil HP, langsung ngevlog 😂

Posted in Review

Review: Mie Sedaap Korean Spicy Chicken. Jinjja Pedas.

“Jinjja pedas”

Auto ketawa sih denger Siwon ngomong ini di iklan terbaru Mie Sedaap Korean Spicy Chicken haha… Aku mbatin, hebat ni Mie Sedaap menggaet Choi Siwon buat iklannya. Dan emang langsung membuat aku tertarik untuk nyobain padahal selama ini cuma ngelirik aja kalo di warung atau minimarket.

Besoknya langsung hunting ke Superindo dan mandapati rak Mie Sedaap Korean Spicy Chicken kosong melompong. Sama halnya pas ke 2 Alfamart stok juga kosong. Hmmm…selaris itukah?

Beberapa hari kemudian, pas jajanin anak ke warung kecil depan rumah eeh nemu juga akhirnya! Langsung eksekusi. Semua bubuk cabe langsung tuang, fotoin bentar dan langsung santap.

Mie Sedaap Korean Spicy Chicken

Aku amazed sama tekstur mienya yang gak kudapat di mie instan Indonesia. Ini mienya kenyal dan lebih besar. Pedasnya masih tergolong ramah dan bisa diterima lidahku. Walaupun tetep ya aku harus minum segelas susu untuk meminimalisir rasa pedas yang bertahan di dalam mulut hehe..

Bumbunya enak, mirip samyang tapi tetap dengan kearifan lokal, dibuktikan dengan adanya bawang merah goreng yang banyak dan renyah. Klop banget!

Kesimpulannya, I like this noodle. Really! Gak perlu beli samyang yang menguras kantong, cukup Mie Sedaap Korean Spicy Chicken 2 bungkus, kenyang dan puas hihi..

Menurut kalian gimana? Sudah cobakah? Komen yuk!

Posted in Family

Dua Tahun Anakku

Hi There..!

Fiuh… Udah lama blog ini gak diupdate sama si empunya *nyapu-nyapu. Kalau dibaca-baca lagi, postingan terakhirku adalah saat aku mandapati test pack bergaris dua, dan ada draft tentang ceritaku kontrol ke dokter kandungan, tapi belum selesai nulisnya hihihi… OK, well…emmm…garis dua itu sekarang sudah menjelma menjadi makhluk paling adorable sedunia, bernama Nakhla Fathan Elrafif. Dan dia baru saja menginjak usia dua tahun..! I know, time flies so fast, right?! Aku yang kayak baru kemarin hura-hura gak jelas, ngalay di sosmed, cekikikan sama temen eeehh…sekarang udah kepala tiga dan menjadi seorang ibu.

Anyway, aku mau cerita perayaan kecil-kecilan ulang tahun Fathan kedua, 30 Desember 2016 lalu, tapi dirayakan tanggal 31 Desember. Kali ini dirayakan di rumah mungilku di Malang setelah sebelumnya ultah pertama di Lumajang, di rumah Eyangnya. Kali ini aku bertekad untuk membuat sendiri kue ulang tahunnya. Berbekal browsing sana-sini dan mantengin pinterest, akhirnya aku berhasil membuat gravity cake. Kenapa gravity cake? Karena unik dan gak ribet dengan butter cream bunga-bunga yang ruwet.

img_20161231_122019
Karyaku, ChaCha Gravity Cake

Cake cokelatnya bikin sendiri, butter cream cokelatnya juga. Mendekor sendiri dengan sedikit bantuan magic biar bungkusnya bisa terbang hahaha… I’m proud of myself lah pokoknya. Sempet bete sama suami gara-gara typo di hiasannya. Doi nulisnya birtday, bukannya birthday… Huft…

Acara berjalan lancar, walopun cuma mengundang kerabat dan teman dekat. Kue ini akhirnya dipotong-potong untuk dibagikan ke tetangga-tetangga. Fathan seneng banget, nyanyiin “hepi dede tu yu…hepi dede tu yuuu…” lalu tiup lilin.

img_96331
Ada dua kue..! Pai susu dari Budenya Fathan ikut memeriahkan.

img_20170103_211232_processed
Potong kue yuuuk…dibantu Bunda sama Kakak yaa…

Ulang tahun Fathan yang kedua ini menerbitkan PR buatku, yaitu menyapihnya. Dua tahun kemesraan kami harus pelan-pelan dipisahkan huhuhu… Sekarang sudah hampir satu bulan dan Fathan masih belum bisa lepas nenen, sayapun suka baper hehe… Jadi gpplah, nyantai aja, woles, slow weaning. Sampai kami berdua sudah benar-benar siap.

Sehat-sehat terus ya anakku, Fathan. Makin pinter macem-macem, gak rewel, jadi anak baik…*kecup dan peluk. I love you…

Posted in Family

Hebohnya Si Garis Dua

“Mbak, test pack 1, yang biasa aja…”
“1500”
Ow, murah ya test pack ini. Baru kali ini aku membeli alat tes kehamilan di apotek. Jadwal haidku memang masih keesokan harinya tapi akhir-akhir ini aku merasa beda…

Besok paginya, aku terbangun sebelum subuh karena kebelet pipis. Aku membawa sebatang tipis test pack itu. Kucelup… Kutunggu beberapa detik dan… garis dua!
Alhamdulillah…
Banyak syukur kuucapkan saat mengamati dua garis yang jelas itu walaupun yang satu agak tipis. Ini ajaib! Belum sebulan menikah aku sudah diberi kepercayaan oleh Allah.

Keluar dari kamar mandi aku membangunkan Mamaku, menunjukkan padanya test pack bergaris duaku. Senyum Mama merekah. Lalu kutunjukkan pada Kakak perempuanku di dapur, “Wah hamil!” katanya.

Setengah berlari aku masuk kamarku dan membangunkan suamiku. Masih setengah mengantuk, dia memicingkan mata mengamati garis dua, tersenyum, dan memelukku. Luar biasa bahagia rasanya.
Hari itu aku tidak bisa berhenti tersenyum…

Posted in Family

Cobaan Pranikah

Setiap pernikahan pasti menghadapi berbagai cobaan atau godaan sebelum nikah. Kalau dipikir-pikir memang make sense kalau orang Jawa kolot mengharuskan calon mempelai untuk dipingit berhari-hari. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan calon pengantin dari bahaya atau godaan yang menghadang.

Pernikahanku beberapa bulan lalu juga bukannya tanpa cobaan. Banyak!

1. Persiapan mepet dan imunisasi
Dilamar akhir Desember, menikah awal April. Jadi hanya 3 bulan persiapan kami untuk menikah. Mamaku adalah big boss dalam hal ini. Beliau sudah pernah menikahkan Kakakku, jadi paling tidak, tinggal mengulang segala hal seperti pernikahan Kakakku.
Ada satu hal yang cukup membuatku ngeri. Pengajuan ke KUA mengharuskan aku diimunisasi pranikah. Imunisasi?? Jadi aku harus disuntik dulu untuk bisa melaju ke pelaminan. Aku phobia jarum suntik T_T. Akhirnya dengan didampingi calon suami, aku berhasil disuntik walaupun dengan ketegangan tingkat tinggi dan hampir kabur -_-

2. Datangnya orang-orang dari masa lalu
Ya, ini selalu ada. Walaupun tidak kita kehendaki tapi mau tidak mau kita pasti terlibat dengan orang-orang dari masa lalu. Undangan pernikahan, aku minta tolong mantan pacarku untuk mendesain dan mencetak. Bukan apa2, biar enak nego dan ngobrolnya, dan biar dapat diskon pastinya hehe…
Prewedding dan wedding photography kupercayakan pada teman yang pernah cukup dekat denganku dengan tujuan yang sama seperti pada undanganku.
H-2, mantan pacar calon suamiku datang jauh-jauh dari luar kota untuk mengucapkan selamat.
Di antara aku dan calon suamiku sudah pasti ada kecemburuan. Tapi kami bisa menghadapi ini semua. Karena tujuan kami sama. Menjadi satu dalam pernikahan yang bahagia.

3. Musibah
Ada saja musibah yang datang sebelum pernikahan. Sekitar sebulan sebelum menikah, aku yang sedang getol-getolnya mempelajari trik baru inline skate slalom, jauh berkali-kali dan mengalami keseleo di beberapa bagian tubuh.
H-7 giliran calon suamiku yang apes. Dia tersangkut benang layang-layang saat perjalanan pulang dari kantor. Alhasil, tepi bibirnya dan jari-jari sobek. Berdarah parah. Penampilannya seperti Joker. Ya Allah, panik luar biasa saat itu. Alhamdulillah penanganan cepat dan akhirnya sembuh walaupun meninggalkan codet 3 cm di pinggir bibirnya.

4. Skripsi tertunda
Ini bukan cobaan sih sebenarnya tapi salah satu bentuk kemalasanku saja. Tapi hal-hal yang dipikirkan pranikah membuatku tak ada waktu untuk memikirkan skripsiku. Atau malas memikirkan skripsiku? 😀

Dan…dengan segala cobaan, susah senang… Akhirnya kata SAH terlontar dari para saksi. Tanggal 4, bulan 4, tahun 2014 adalah hari yang luar biasa buatku. Ijab Kabul lancar. Resepsi pernikahan lancar walaupun sempat mati lampu dan gerimis beberapa saat.

Alhamdulillah… Aku sudah resmi menjadi istri Hasan Amrullah. Nama yang sama dengan yang kutulis di diary SMAku 11 tahun lalu…